Tak Berdaya [Naurah'Story Part 8] °Episode Terakhir°
14 November, 2018
1 Komentar
#Naura'Story Part8
TAK BERDAYA
Jika yang lain lebih menantikan pelangi, dan berharap hujan pergi. Tapi tidak denganku. Meskipun aku tau awan tak begitu mendung, aku tetap berharap hujan kan datang. Dan jika yang lain lebih memilih menghindar dari derasnya hujan, justru aku akan tetap menerjang. Biar hujan membasahiku sampai membuatku meringis menggigil, aku tidak perduli. Aku suka sekali hujan, bahkan sejak aku kecil.
Ku tatap rintik hujan deras di luar jendela kelasku, tanpa berkedip sedikitpun, bulir-bulir airnya mengalir di atas genteng, lalu jatuh ke tanah. Seperti halnya tirai dari manik-manik kecil yang terurai di pintu kamarku. Terbayang indahnya masa kecilku dulu, bersama Lutfi, Mala, Rifqi dan Ebi. Berselancar di atas ubin lapangan badminton, lalu berkhayal sedang berada di atas salju. Kadangkala aku terjatuh, ngilu sekali rasanya lututku, tetapi itu tak membuatku berhenti berlari. Mala selalu setia mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri kembali. Dan salah satu hal yang paling menyenangkan, ketika kami berputar bersama, berputar sekencang angin tornado sambil membentangkan tangan. Permainan ini cukup membuat kepala kami pusing, benda-benda yang ada di sekitar terlihat seperti mempunyai kembar siam. Seketika kami tergeletak jatuh, pandangan kami buyar, lalu kami menggeleng-gelengkan kepala agar semua kembali seperti sedia kala.
______
"Ra, kenapa si kamu sekarang jadi sombong banget sama aku?."
Pertanyaan Raihan telah membuyarkan lamunanku, pandangan mataku langsung beralih padanya.
"Hmm, masa sih? ngga kok, biasa aja.."
"Laahh.. " (dia pergi begitu saja, raut wajahnya menggambarkan sebuah kekecewaan)
"Iya, aku memang sedang menjauhimu, tapi bukannya aku membencimu. Justru sebaliknya. Kau tau Raihan? Aku bisa tiba-tiba menjadi diam, ketika aku sedang jatuh cinta pada seseorang, dan orang itu kamu." batinku
____________
(Pukul.09:00)
"Ra, kamu ngga sholat duha?" tanya Zahwa, yang baru saja menghampiri dan duduk di sampingku
"Hmm, aku lagi libur wa,"
"Oh, sama, aku juga nih."
Beberapa menit, aku dan Zahwa terdiam tanpa suara. Ingin sekali rasanya aku menceritakan apa yang sedang aku rasakan kepada sahabat baikku ini, tapi aku bingung harus memulai dari mana. Aku benar-benar sudah tidak tahan menyimpan semuanya sendirian, sesak sekali rasanya.
"Zahwa.."
"Iya, Ra?"
"Kamu pernah ngga, suka sama seseorang, dan dia itu temen kamu sendiri."
"Pernah, dan sampai sekarangpun masih. Emm, ko tanyanya gitu sih, kamu lagi jatuh cinta ya? sama siapa? Raihan ya?"
"Hmmm.." aku bingung harus menjawab apa
"Udah, jujur aja. Kaya sama siapa, kita temenan udah lama loh." dia berusaha merayuku
"Emmm.. Iya," aku tertunduk pasrah, karena berbohong memang bukan bakatku.
"Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa di cintai..tak mengapa bagiku, asalkan kaupun bahagia..dalam hidupmu, dalam hidupmu.." aku menyanyikan sebuah lagu
"Ku ingin kau tau, diriku di sini menanti dirimu.. meski ku tunggu hingga ujung waktu.." Zahwa melanjutkan lirik lagunya.
"Eh wa, kamu juga suka lagu itu,? Pertanyaanku membuatnya berhenti bernyanyi
"Iya, aku suka banget." dia mengangguk kegirangan
(Zahwa mengambil pulpen, dan menulis 'Cinta Dalam Hati' di sebuah kursi, lalu menandatanganinya.)
"Nih Ra, giliran kamu.."
"Haha.. ada-ada aja kamu wa, iya deh aku tanda tanganin.." di kursi itu aku menuliskan inisial nama Raihan.
(Aku dan Zahwa tersenyum)
Sebenarnya aku takut, kalau-kalau Raihan sampai baca tulisanku.
______
Cinta telah menjadikanku seorang pengecut. Aku hanya bisa diam dan memperhatikannya dari jauh. Lalu berpura-pura tak perduli sama sekali dengannya, ketika dekat. Padahal sangat ingin. Bahkan, untuk memulai pembicaraan dengannya saja aku takut.
Sorot mata Raihan, yang biasanya terlihat sayu meneduhkan hati. Kini telah berubah, menjadi amat tajam, seperti penuh dengan kebencian.
TAK BERDAYA
Jika yang lain lebih menantikan pelangi, dan berharap hujan pergi. Tapi tidak denganku. Meskipun aku tau awan tak begitu mendung, aku tetap berharap hujan kan datang. Dan jika yang lain lebih memilih menghindar dari derasnya hujan, justru aku akan tetap menerjang. Biar hujan membasahiku sampai membuatku meringis menggigil, aku tidak perduli. Aku suka sekali hujan, bahkan sejak aku kecil.
Ku tatap rintik hujan deras di luar jendela kelasku, tanpa berkedip sedikitpun, bulir-bulir airnya mengalir di atas genteng, lalu jatuh ke tanah. Seperti halnya tirai dari manik-manik kecil yang terurai di pintu kamarku. Terbayang indahnya masa kecilku dulu, bersama Lutfi, Mala, Rifqi dan Ebi. Berselancar di atas ubin lapangan badminton, lalu berkhayal sedang berada di atas salju. Kadangkala aku terjatuh, ngilu sekali rasanya lututku, tetapi itu tak membuatku berhenti berlari. Mala selalu setia mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri kembali. Dan salah satu hal yang paling menyenangkan, ketika kami berputar bersama, berputar sekencang angin tornado sambil membentangkan tangan. Permainan ini cukup membuat kepala kami pusing, benda-benda yang ada di sekitar terlihat seperti mempunyai kembar siam. Seketika kami tergeletak jatuh, pandangan kami buyar, lalu kami menggeleng-gelengkan kepala agar semua kembali seperti sedia kala.
______
"Ra, kenapa si kamu sekarang jadi sombong banget sama aku?."
Pertanyaan Raihan telah membuyarkan lamunanku, pandangan mataku langsung beralih padanya.
"Hmm, masa sih? ngga kok, biasa aja.."
"Laahh.. " (dia pergi begitu saja, raut wajahnya menggambarkan sebuah kekecewaan)
"Iya, aku memang sedang menjauhimu, tapi bukannya aku membencimu. Justru sebaliknya. Kau tau Raihan? Aku bisa tiba-tiba menjadi diam, ketika aku sedang jatuh cinta pada seseorang, dan orang itu kamu." batinku
____________
(Pukul.09:00)
"Ra, kamu ngga sholat duha?" tanya Zahwa, yang baru saja menghampiri dan duduk di sampingku
"Hmm, aku lagi libur wa,"
"Oh, sama, aku juga nih."
Beberapa menit, aku dan Zahwa terdiam tanpa suara. Ingin sekali rasanya aku menceritakan apa yang sedang aku rasakan kepada sahabat baikku ini, tapi aku bingung harus memulai dari mana. Aku benar-benar sudah tidak tahan menyimpan semuanya sendirian, sesak sekali rasanya.
"Zahwa.."
"Iya, Ra?"
"Kamu pernah ngga, suka sama seseorang, dan dia itu temen kamu sendiri."
"Pernah, dan sampai sekarangpun masih. Emm, ko tanyanya gitu sih, kamu lagi jatuh cinta ya? sama siapa? Raihan ya?"
"Hmmm.." aku bingung harus menjawab apa
"Udah, jujur aja. Kaya sama siapa, kita temenan udah lama loh." dia berusaha merayuku
"Emmm.. Iya," aku tertunduk pasrah, karena berbohong memang bukan bakatku.
"Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa di cintai..tak mengapa bagiku, asalkan kaupun bahagia..dalam hidupmu, dalam hidupmu.." aku menyanyikan sebuah lagu
"Ku ingin kau tau, diriku di sini menanti dirimu.. meski ku tunggu hingga ujung waktu.." Zahwa melanjutkan lirik lagunya.
"Eh wa, kamu juga suka lagu itu,? Pertanyaanku membuatnya berhenti bernyanyi
"Iya, aku suka banget." dia mengangguk kegirangan
(Zahwa mengambil pulpen, dan menulis 'Cinta Dalam Hati' di sebuah kursi, lalu menandatanganinya.)
"Nih Ra, giliran kamu.."
"Haha.. ada-ada aja kamu wa, iya deh aku tanda tanganin.." di kursi itu aku menuliskan inisial nama Raihan.
(Aku dan Zahwa tersenyum)
Sebenarnya aku takut, kalau-kalau Raihan sampai baca tulisanku.
______
Cinta telah menjadikanku seorang pengecut. Aku hanya bisa diam dan memperhatikannya dari jauh. Lalu berpura-pura tak perduli sama sekali dengannya, ketika dekat. Padahal sangat ingin. Bahkan, untuk memulai pembicaraan dengannya saja aku takut.
Sorot mata Raihan, yang biasanya terlihat sayu meneduhkan hati. Kini telah berubah, menjadi amat tajam, seperti penuh dengan kebencian.
As stated by Stanford Medical, It's in fact the one and ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh an average of 19 KG less than we do.
BalasHapus(And actually, it is not about genetics or some secret diet and really, EVERYTHING to around "how" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", and not "WHAT"...
TAP this link to discover if this quick questionnaire can help you decipher your true weight loss possibility